Lembaga Sensor Film(LSF) mengajak anak anak dan masyarakat Ledokombo untuk melakukan sensor mandiri. Ini merupakan salah satu bentuk perlindungan LSF kepada masyarakat dari pengaruh negative konten tayangan Film yang sudah beredar.
Imam Suharjo, yang merupakan anggota komisi 1 LSF mengajak anak anak Tanoker, keluarga dan masyarakat Ledokombo melakukan sensor mandiri sebagai bentuk perlindungan LSF kepada masyarakat luas dari pengaruh negative konten tayangan film.
Sebelumnya, rombongan LSF yang terdiri dari tiga orang ini, berkeliling dan merasakan suasana pasar Lumpur yang merupakan kegiatan rutin bulanan komunitas Tanoker Ledokombo, selain bermain permainan tradisional seperti egrang dan lain sebagainya mereka juga mecicipi makananan Tradisional yang jarang mereka temui di Jakarta.
“ Saya mengapresiasi yang setinggi-tingginya kepada pengelola dan kawan kawan Tanoker yang telah berhasil melestarikan budaya local utamanya mempertahankan jajanan dan permainan tradisional ini,” kata Imam.
Lebih lanjut Imam menjelaskan, jika anak anak jaman sekarang atau yang lebih kerennya kids zaman Now mulai tidak mengenal dengan budayanya sendiri, bahkan tidak mengenal permainan zaman dulu, mereka sudah sibuk dengan permainan dari luar salah satunya adalah Play station dan Gudged.
“ Melalui keiatan pasar lumpur ini diharapkan anak anak dan kita sendiri mulai mellek kembali tentang jajanan dan permainan zaman dulu”, lanjut Imam.
Selain berkeling dan mencicipi aneka jajanan tradisional, acara di lanjutkan dengan kegiatan nonton bareng film yang berjudul Sepatu Dahlan dan dilanjutkan dengan sosialisasi Sensor mandiri yang di fasilitasi oleh Lembaga Sensor Film Indonesia dengan menghadirkan anak anak Tanoker dan masyarak sekitar di desa Sumberlesung.
“Masyarakat utamanya anak anak akan melakukan penyeleksian sensor sendiri terkait tayangan atau konten. Sedangkan keluarga diharapkan berperan menyeleksi tayangan mana yang layak atau patut untuk anak dan keluarganya,” tutup Imam. (Iwan)