Meningkatnya kasus-kasus kekerasan terhadap anak menjadi perhatian khusus masyarakat akan keselamatan dan keamanan anak-anak di lingkungannya. Bahkan kenakalan remaja dan kenakalan anak juga disebabkan oleh lingkungan sekitarnya. Kenakalan tersebut muncul karena kurangnya kasih sayang dan perhatian di lingkungan keluarga dan bahkan juga di lingkungan masyarakatnya. Permasalahan ini sangat memperihatinkan, bahkan menjadi sebuah perhatian khusus bagi pemerhati anak dan salah satu pengelola komunitas Tanoker di Ledokombo, Farha Ciciek. Dirinya menyampaikan bahwa anak-anak sejatinya harus tumbuhkembang dalam suasana bahagia, merdeka dan bermartabat. “Hal tersebut tidak hanya didapat dari orang tua biologisnya sebagai sebuah kewajiban, tetapi masyarakatpun juga punya kewajiban secara bersamasama untuk mengasuh anak tanpa melihat status biologisnya dan menjadi pengasuh anak,” ujar Ciciek, Minggu (31/7/2016)

Pemerhati anak dan salah satu pengelola komunitas Tanoker di Ledokombo, Farha Ciciek

Wanita yang akrab disapa mbak Ciciek ini menjelaskan bahwa, menyadarkan masyarakat untuk menjadi seorang pengasuh anak di lingkungannya, harus diperjuangkan sungguh-sungguh. “Anak-anak ini kan hidup di lingkungan, maka kita tidak boleh individualistik,” katanya Jika ingin mendapatkan lingkungan yang baik, lanjut Ciciek, maka harus dimulai kesadaran untuk juga memperhatikan kondisi pergaulan anak-anak di sekitar kita. Tidak hanya fokus terhadap anak-anak biologisnya sendiri, tetapi juga anak-anak yang ada di lingkungannya. “Misalnya anak-anak yang ada di lingkungan kita sedang khilaf, seperti halnya minum-minuman keras, maka kita tidak boleh membenarkan hal tersebut, kita harus peduli untuk mengingatkan,” tegasnya.

Lanjut Ciciek, sehingga sekarang kita harus menggerakkan kepedulian tersebut dalam bentuk Community Parenting yang artinya adalah melakukan pengasuhan secara bersama di lingkungannya. Ditambahkan olehnya, jika tidak ada kepedulian dari kita, jangan disalahkan jika nantinya anak-anak biologisnya sendiri juga akan terpengaruh terhadap lingkungannya yang negatif. Sehingga dibutuhkan kepedulian bersama dalam bentuk Community Parenting untuk dapatnya saling peduli. “Jangan sampai anak-anak kita, seperti yang dikatakan oleh UNESCO, Children left behind (anak-anak yang ditinggalkan, red),” tuturnya.

Saat ini sedang dilakukan pendataan dan proses sosialisasi Community Parenting di Ledokombo, yang prosesnya dilakukan secara terus menerus dan juga dilakukan assessment seperti apa efek dan masalah-masalah yang dihadapi di lapangan. Hal ini dibutuhkan gerakan bersama antara pemerintah, masyarakat, dan juga lembagalembaga pendidikan.

Sebagai langkah awal adalah dilakukan Parenting atau pengasuhan dimulai dari sebuah pendidikan bagi ibu-ibu (Mother’s School) dan kemudian rencananya akan dilanjutkan dengan pendidikan bagi bapak-bapak (Father’s School). Proses ini masih dalam program percontohan, dan semoga dapat bekerja sama juga dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). “Dengan menggandeng BKKBN, harapannya adalah dapat meluaskan program Community Parenting agar dapat ditingkatkan di Kabupaten Jember,” pungkasnya. (cw2)

sumber: http://memotimur.co.id/

SHARE