Bermula dari sebuah niatan kecil pada tahun 2014 yang bermula dari hanya sekedar untuk menjalin kembali tali- silaturrahmi antara ESA (English Students’ association), yang merupakan Himpunan Mahasiswa Prodi pendidikan Bahasa Inggris dari UNEJ, kepada tanoker yang telah mati dari 2 tahun yang lalu. Tapi disinilah kami, saya dan teman-teman seperjuangan sudah hampir menginjak 2 tahun lamanya hingga 2016 menjadi tutor di minggu ceria tanoker. Kami mencurahkan pikiran dan tenaga kami untuk mendidik adik-adik tanoker. Perjalanan yang panjang yang penuh tantangan tapi dengan penuh kebersamaan menjadikan kami bagian dari apa yang disebut “keluarga’’ dari tanoker itu sendiri. Mengenal pribadi adik didik satu- persatu mulai dari menghafal nama dan wajah mereka, mencoba mengetahui permasalahan belajar mereka, hingga mengingat betul karakter mereka saat mereka belajar. Semua itu menjadikan kami bagian dari saksi mata untuk melihat tumbuh kembang mereka, mendengar keinginan belajar mereka, hingga merasakan dan turut berbahagia atas berprestasi yang mereka raih dan memotivasi diri kami untuk terus memberikan pengajaran yang bermanfaat bagi adik-adik kelak.
Awal mula perjalanan kami sebagai tutor di tanoker bermula saat kami menginjak awal semester dua. Berbekal jas almamater dan senyum lugu nan polos tersungging di wajah dan pengalaman yang sedang diukir satu persatu, tapi belum cukup dibilang mumpuni untuk disebut calon guru muda masa depan menambah rasa gugup kami. Tapi apalah artinya mahasiswa bila tanpa disebut “Maha” daripada “siswa” dengan niatan teguh kami belajar untuk mengajar. Saat kami memasuki area kebun belajar Tanoker untuk pertama kali, kami tak luput untuk merasakan dan memandang satu hal yang mencuri perhatian kami yakni “kebahagiaan” yang terukir diseluruh wajah adik-adik.
Sungguh hal yang sangat indah melihat adik-adik yang terus tetap tersenyum mengingat kehidupan keluarga mereka yang tak luput dari masalah bahkan tak jarang membawa iba. Kami diperkenalkan kepada miss Riamah, yang merupakan mantan TKW untuk mendengar cerita pengalaman beliau tentang betapa kerasnya hidup menjadi seorang buruh migarn di negeri orang, kami merasa sedih dan bahkan beruari mata. Bahwasanya para anak seringkali menjadi korban daripada keadaan ekonomi yang mengharuskan mereka terpisah dari ibu maupun bapak ,bahkan tak jarang ada yang mesti tinggal dengan sanak saudara tanpa kasih sayang orang tua, yang mana diusia mereka yang sangat rentan terhadap lingkunagan dan pentingnya keluarga bagi anak.
Pentingnya kebutuhan untuk bisa berbahasa inggris menjadi salah satu pertimbangan yang penting sebagai masukan dari bu retno kepada kami sebagi tutor. Beliau mengisyaratakan bahwasanya melalui bahasa inggris anak-anak akan lebih maju dan berkembang. Sehingga, anak-anak akan memiliki cita-cita untuk ke luar negeri bukan sebagai buruh migran dan bernasib seperti orang tua mereka akan tetapi ke luar negeri untuk menuntut ilmu. Maka, dengan semangat calon guru-guru muda masa depan, kami belajar memutar akal dan berkembang untuk memberikan pengalaman belajar yang tidak monoton dan lebih menggembirakan tanpa kehilangan makna belajar itu sendiri sehingga mencerdaskan bagi adik-adik di tanoker terlepas dari bangku dan kursi yang ada seperti di sekolah. Maka alam telah bertransformasi menjadi tempat naungan dan sumber ilmu untuk keberlangsungan belajar dan mengajar yang kami langsungkan.
No rain no rainbow, tak ada pelangi tanpa hujan. Pepatah tepat yang menggambarkan perjuangan kami untuk mengenal dan belajar bersama adik-adik. Berkenalan dengan para adik sebagai orang asing, yang mana berusaha mengenal dan menyemangati mereka untuk terus belajar menjadi tantangan tersendiri. Mendekatkan diri kepada adik-adik sebagai seorang tutor jauh lebih sulit mengingat keterbatasan yang terjalin diantara keduanya layaknya guru dan murid, maka kami mendekatkan diri kami selayaknya teman dan juga Pembina yang membimbing dan mendengarkan keluh kesah adik-adik saat belajar. Setiap kosakata bahasa inggris yang kami ajarkan menyadarkan kami akan permasalahan bahwa adik-adik seringkali merasa tersipu malu untuk berucap dan takut salah. Akan tetapi, justru memberikan kami ide-ide yang untuk terus berkembang dalam peningkatan pengajaran. Lain waktu, seringkali kami tertawa lepas mendengar jawaban lucu adik-adik dengan suara lantang dan penuh semangat untuk belajar . Tapi, hal itulah yang mengobarkan semangat kami untuk akan selalu ada alasan bagi kami untuk menjadi tutor bagi adik-adik bukan karena tanoker butuh kami tapi kamilah yang berterimaksih pada tanoker.
Tiada ilmu yang berkembang tanpa awal dari mencinta. Maka, disinilah kami di tanoker terus berkembanag dan turut berkarya untuk meningkatkan kemajuan pembinaan dan pengajaran bagi adik-adik sehingga timbulah cinta untuk tak rela meninggalakan tanoker. By. Esa