Permainan tradisional Egrang sebagai sebuah entitas budaya yang terinisiasi secara alami oleh anak-anak di Ledokombo sebagai permainan tradisional turun temurun. Di sadari atau tidak oleh masyarakat dan khususnya anak-anak, bahwa kesenian tari Egrang dan music perkusi yang mereka ciptakan sedikit banyak telah menjadi bagian dari proses pembentukan karakter dan juga bagian dari proses membangun kesadaran akan pentingnya suatu kebudayaan, tanpa kebudayaan suatu masyarakat tidak memiliki identitas yang jelas. Proses enkulturasi budaya melalui pendidikan non formal seperti komunitas atau sanggar seni di tawarkan sebagai salah satu solusi dalam melestarikan warisan budaya, dan diharapkan mampu mewujudkan identitas kedaerahan. Melalui media seni tari Egrang anak-anak belajar tentang kepemimpinan, kerjasama, kedisiplinan, kemandirian, kreasi/kreativitas serta ekspresi, yang mampu mengembangkan kemampuan: kognitif, afektif, dan psikomotorik yang kreatif, inovatif, dan imajinatif. Hal ini cukup tergambar jelas pada saat event tahunan Festival Egrang yang melibatkan seluruh elemen masyarakat di Ledokombo. Ajang berskala nasional ini menjadi momentum penting tak hanya bagi masyarakat di Ledokombo, tetapi juga masyarakat di kabupaten Jember pada umumnya. Dalam konteks pengembangan seni dan budaya, Egrang telah mewujud menjadi symbol afirmasi semangat bersama menuju kebaharuan. Semangat yang di latar belakangi oleh kondisi sosial masyarakat yang seringkali di anggap sulit maju, di tambah lagi begitu banyaknya warga di Ledokombo yang harus meninggalkan desanya untuk bekerja, kondisi ini berdampak pada keluarga khususnya anak-anak yang di tinggalkan.
Komunitas belajar Tanoker Ledokombo mampu mengartikulasikan budaya kearifan lokal untuk terus tumbuh dan berkembang, salah satunya dengan mewujudkan imaji anak-anak melalui kegiatan-kegiatan yang fokus memberikan ruang seluas-luasnya bagi mereka untuk belajar dan berani mengaktualisasikan dirinya. Hal ini dapat di lihat dari antusiasme anak-anak pada saat kegiatan kelompok bermain dan belajar. Berbagai macam ekspresi anak-anak seperti ekspresi senang, cenderung malu, cemberut, acuh tak acuh atau bahkan diam dengan ekspresi serius. Dari ekspresi anak-anak yang beraneka ragam tersebut kemudian berubah menjadi keceriaan pada saat mereka bermain sambil belajar dengan asyik dan menyenangkan di setiap hari minggu mereka berkumpul dalam kegiatan minggu ceria. Seperti biasa sebelum latihan perkusi Jimbe, tari Egrang dan tari labako anak-anak memulainya dengan senam bersama, kemudian di lanjutkan dengan dinamika kelompok dengan tujuan penggalian potensi. Anak-anak pun mulai membentuk kelompok, dan setiap kelompok terdiri dari 12 anak atau lebih, setiap kelompok terdiri dari anak-anak dengan usia yang berbeda-beda, mulai dari usia 6 tahun hingga 15 tahun. Pengaturan kelompok secara acak ini bertujuan melatih kepemimpinan, kemandirian, kepedulian, dan kerja sama. Setiap kelompok mulai memetakan ruang (arah) berdasarkan warna yang di sepakati, contoh arah selatan memiliki warna merah, barat warna kuning, utara warna hijau, timur memiliki warna biru. Aturan permainannya adalah setiap kelompok secara bergantian bertugas menata setiap barisan anggotanya untuk berdiri sesuai dengan arah dan warnanya. Caranya adalah ketika relawan pendamping memberi komando dengan menunjuk salah satu kelompok untuk melakukan tugasnya dengan waktu yang di tentukan sesuai arah dan warna yang di tunjukkan oleh relawan pendamping, maka anak yang berdiri di barisan paling depan pun berlari menuju arah dan warna yang telah di tentukan oleh relawan pendamping. Maka kelompok tersebut berlari bersama-sama menuju tempat yang telah di tentukan, kemudian dengan cepat salah satu dari anggota kelompok mulai memberi instruksi membuat formasi searah jarum jam, di diikuti oleh seluruh anggotanya dalam waktu 20 – 25 detik. Contoh relawan pendamping menginstruksikan arah dan warna hijau sebagai tempat salah satu anak di barisan pertama berdiri dan menghadap, selanjutnya orang kedua akan menghadap ke arah dan warna berikutnya sesuai urutan, begitu seterusnya hingga orang terakhir dalam kelompok. Jika waktu telah habis setiap anak dalam kelompok di haruskan berdiri rapi sesuai arah dan warna. Begitu seterusnya hingga ada salah satu kelompok yang berhasil melakukan tugas dengan waktu tercepat. rekor tercepat yang pernah di raih oleh salah satu kelompok adalah 14 – 15 detik. Namun ada juga beberapa anggota dalam kelompok yang gagal menentukan arah berdirinya karena bingung, panik, dan kurang konsentrasi karena hitungan waktu yang terus berjalan, di tambah lagi sorak sorai kelompok lain yang menunggu giliran bermain.
Setelah dinamika kelompok selesai relawan pendamping kembali mengajak anak-anak menyanyikan lagu secara bersama-sama, kemudian relawan tersebut meminta salah satu anak bersedia maju ke depan menjadi instruktur untuk bernyanyi sambil bermain. Di mulai dari kelompok pertama menyanyikan satu bait lirik lagu, kemudian tangan salah satu anak yang berdiri di depan tersebut bergerak secara spontan menunjuk ke kelompok berikutnya, demikian seterusnya. Tantangan pada sesi bernyanyi sambil bermain kali ini adalah setiap kelompok di tuntut untuk konsentrasi dan kompak bernyanyi manakala instruksi dari salah satu anak tersebut mengarah ke salah satu kelompok. Asyiknya menyanyikan lagu secara bergantian tersebut setiap kelompok ada yang mendapat bagian satu part utuh, namun ada juga yang baru bernyanyi satu atau dua kata, instruksi tiba-tiba berpindah ke kelompok lainnya, dan tidak menutup kemungkinan salah satu kelompok hanya mendapat kata untuk di nyanyikan. Kelucuan terjadi ketika salah satu kelompok selalu mendapat bagian dua huruf terakhir dalam satu part lagu. Begitu seterusnya hingga part terakhir dalam urutan lagu, kelompok yang selalu kebagian dua kata tersebut terjebak oleh instruksi yang tiba-tiba berubah arah ke kelompok lainnya.
Nilai – nilai yang dapat di ambil dari sesi bernyanyi secara bergantian tersebut setiap kelompok atau anak-anak yang terlibat, harus selalu konsentrasi, disiplin, dan kompak. Karena kekompakan akan mempengaruhi hasil irama vocal paduan suara yang terbagi secara acak tanpa memilah karakter vocal masing-masing dalam satu kelompok seperti layaknya paduan suara yang di kelompokkan sesuai karakter vokalnya. Metode bernyanyi dengan cara bergantian tersebut sangate fektif mempengaruhi anak-anak yang nota bene pemalu, kurang percaya diri, bahkan yang cenderung tertutup (diam pasif). Tanpa sadar anak-anak dengan kecenderungan tersebutsedikit banyak mulai belajar beradaptasi dengan cepat karena terbawa oleh suasana bermain dan belajar yang di kemas dengan asyik dan menyenangkan. Begitulah gambaran singkat kegiatan bermain sambil belajar, bagaimana anak-anak di Ledokombo tumbuh dan berkembang. Salah satu contoh adalah dengan memberikan ruang seluas-luasnya kepada anak-anak untuk belajar berorganisasi membentuk struktur kepanitiaan tim perkusi egrang. Mulai dari memilih ketua, sekretaris, bendahara, dan koordinator-koordinator yang bertanggung jawab pada peran dan fungsinya masing-masing merupakan bagian dari proses belajar bertanggung jawab, kemandirian, kepemimpinan, kedisiplinan, dan kerjasama. Dari percaya diri anak-anak di Ledokombo belajar mempercayakan diri untuk terus maju dan berani bercita-cita. Faisal Riza. S.sn